Sabtu, 25 April 2020

SEKOLAH KHATULISTIWA

SEKOLAH KHATULISTIWA
(Sekolah Masa Depan, Merdeka Belajar, Merdeka Berpikir)
2020
======
Penulis:
Shabiel Zakaria
Agussalim
Sudirman Abdullah
Mihrawati
=====
Persembahan untuk hardiknas.
Ditulis dan dicetak di masa covid 19.
SEKOLAH IMPIAN DI BUMI KHATULISTIWA

Sebuah kelas yang diramu khusus menjadi kelas menyenangkan, tak memberi beban psikologis kepada peserta didik, penuh ekspresi dan kreasi. Peserta didik mana yang tak mendambakan kelas seperti itu?

Dalam buku Sekolah Khatulistiwa yang ditulis oleh empat penulis, Shabiel Zakaria, Sudirman Abdullah, Agussalim, dan Nihrawati ini di dalamnya kita akan menemukan ide-ide cemerlang dari setiap penulisnya dalam mengelola kelas.

Shabiel Zakaria, guru SMAN 1 Bone dalam tulisannya "Sekolah Negeri, Kapan Merdeka?" Memaparkan bagaimana perbedaan sekolah swasta dan sekolah negeri dari berbagai sudut pandang, mulai dari mutu, kualitas, dan kemerdekaan dalam mengembangkan kurikulumnya. Semua diulas di bab ini.

Di bab berikutnya dengan judul tulisan "Menumbuhkan Karakter Positif Pada Kelas Daring". Di sini dipaparkan seperti apa pembelajaran secara daring itu dengan berbagai kendalanya. Namun dalam tulisan ini kita bisa menemukan cara menumbuhkan karakter positif peserta didik dalam pembelajaran daring itu sendiri. Pertama adalah kejujuran, tidak hanya peserta didik yang dituntut bersikap jujur, akan tetapi guru pun seharusnya demikian.

Karakter berikutnya adalah Kedisiplinan, sopan santun, saling menghargai, dan kerja keras, sabar, serta tanggung jawab. Untuk mencapai pembelajaran dating yang berkarakter, dibutuhkan kerja sama dari pihak sekolah, peserta didik, dan orang tua peserta didik.

Pada tulisan lain yang dipaparkan oleh penulis kedua, salah seorang guru MAN 2 Bulukumba, Agussalim dalam "Spirit Merdeka Berpikir di Ruang Kelas" mencoba mengaplikasikan konsep merdeka belajar dan merdeka berpikir dengan metode "scientific approach", pendekatan ini memiliki keunggulan karena dapat meningkatkan kemampuan intelek khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam tulisannya, Agussalim memaparkan beberapa metode mengajar yang mampu melatih kemampuan berpikir peserta didik.

Sudirman Abdullah guru MTsN 2 Bone dalam tulisannya "Ruang Kelas Bukan Penjara" menyoal pada kondisi dan suasana kelas pada umumnya. Menurutnya bahwa kelas adalah miniatur kehidupan pendidikan di masa depan. Dalam tulisannya, Sudirman ingin mengembalikan ruh situasi pendidikan di masa Kihajar Dewantara, dimana kelas dikemas senyaman mungkin sehingga peserta didik berangkat ke sekolah dengan suka cita. Demikian pula pada tulisannya yangnp lain "Guru bukan Penjajah", maka betapa pentingnya seorang guru memahami tipe gaya belajar peserta didiknya. Ada hal menarik dalam tulisannya pada bab "Nak, Biarkan Aku Gila Bersamamu". Setelah membaca bagian bab ini GILA itu yernyata sebuah akronim dar Games, Ice breaker, Lagu-lagu, dan Alat peraga. Sangat inspiratif!!!

Penulis keempat, Mihrawati menceritakan bagaimana ia membina kepribadian peserta didiknya. Ketauladanan adalah salah satu jurus jitu yang ia punya. Pada tulisan yang lain masih tersuguh pengalaman-pengalaman nyata yang dihadapinya di lingkungan sekolah. Guru SMA Negeri 4 Luwu Utara ini pun memaparkan pengalamannya dalam menulis "Taman-taman Karakter".
Empat penulis dari sekolah yang berbeda, tapi inti dari mimpinya adalah sekolah yang berdiri di negeri khatulistiwa ini menjadi taman-taman indah bagi peserta didiknya. Tak ada belenggu pada jiwa anak didik, mereka merdeka belajar, merdeka berpikir.

Pun dengan situasi saat ini, mengajar dan belajar dari rumah karena wabah yang masih menjadi sumber kecemasan bersama, tidak mengurangi ruh dari mimpi Kihajar Dewantara menciptakan taman indah di setiap proses pembelajaran.

 Reviewer:
Murnih Aisyah

Rp. 55.000,-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar